Senin, 25 November 2013

PRINSIP-PRINSIP GCG


Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaituTransparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF.  Penjabarannya sebagai berikut   :
·         Transparency (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.  Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
·         Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan.  Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
·         Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.  Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
·         Indepandency (kemandirian)
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
·         Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.  Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Komentar :
Prinsip GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan untuk menaikkan nilai saham dalam jangka panjang.
Sumber :

PENERAPAN GCG DALAM PERBANKAN


Pelaksanaan GCG pada Bank BRI dan BTN
Pelaksanaan GCG di Bank BRI 2010
Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank BRI, berpedoman dengan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness) yang penjabarannya sebagai berikut:
Ø  Keterbukaan informasi (Transparancy), dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi kepada para pemangku kepentingan dalam mendapatkan informasi, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk menggunakan berbagai media yang ada, yaitu media internet, cetak, radio, televisi, dan kegiatan atau event.
Ø  Akuntabilitas (Accountability) PT Bank Rakyat Indonesia  Tbk telah memiliki fungsi sistem dan pertanggung jawaban yang jelas dari seluruh bagian perusahaan sehingga pemisahan antara kewajiban dan wewenang antara pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.
Ø  Tanggung jawab (Responsibility)  Sebagai tanggung jawab terhadap stake holder, maka dalam melaksanaan aktivitas usahanya PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk selalu berpedoman dan mematuhi setiap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu BRI juga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar (pertanggung jawaban sosial)
Ø  Independen (Independency), demi menjaga independensi dalam setiap kegiatan usahanya , PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, senantiasa melaksanakannya  secara professional  tanpa adanya benturan kepentingan atau gangguan dai pihak lain sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Seperti yang tercantum dalam salah satu kode etik BRI yaitu profesionalisme
Ø  Kesetaraan dan kewajaran (Fairness) Untuk tercapainya kesetaraan dan kewajaran, dalam kegiatan usaha, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk berpegang pada prinsip kehati-hatian, kewajaran dan adil dalam memenuhi kebutuhan stake holder serta melindungi hak minoritas hal ini tercermin dari seluruh anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang tidak saling memiliki hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan sesama anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi lainnya dan atau Pemegang Saham Pengendali Bank.
Self Assessment Bank BRI
Score Self assessment
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1,45
1,30
Pelaksanaan GCG di Bank BTN 2010
Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank BTN, berpedoman dengan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness) yang penjabarannya sebagai berikut:
·         Keterbukaan informasi (Transparancy), dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi kepada para pemangku kepentingan dalam mendapatkan informasi, PT.Bank Tabungan Negara Tbk berusaha memberikan informasi kepada nasabah sehingga terdapat timbal balik terhadap stake holder dalam melakukan bisnisnya terhadap PT. Bank Tabungan Negara, Tbk
·         Akuntabilitas (Accountability) PT , PT. Bank Tabungan Negara Tbk  Tbk telah memiliki fungsi sistem dan pertanggung jawaban yang jelas dari seluruh bagian perusahaan sehingga pemisahan antara kewajiban dan wewenang antara pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.
·         Tanggung jawab (Responsibility)  Sebagai tanggung jawab terhadap stake holder, maka dalam melaksanaan aktivitas usahanya , PT. Bank Tabungan Negara Tbksenantiasa member makna untuk setiap langkah bisnis yang diambil tidak hanya sekedar kewajiban tetapi mengambil bagian dalam perwujudan kesejahteraan bersama.
·         Independen (Independency), dalam setiap kegiatan usahanya , PT. Bank Tabungan Negara Tbk, senantiasa melaksanakannya  secara professional juga   memperhatikan serta mempertimbangkan kompetensi, kriteria, independensi, kerahasiaan, kode etik dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
·         Kesetaraan dan kewajaran (Fairness) Untuk tercapainya kesetaraan dan kewajaran, dalam kegiatan usaha, , PT. Bank Tabungan Negara Tbk berpegang pada prinsip kehati-hatian, kewajaran dan adil dalam memenuhi kebutuhan stake holder serta melindungi hak minoritas hal ini tercermin dari independensi Direksi yang tidak memiliki hubungan keuangan, hubungan kepengurusan, kepemilikan saham dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi dan Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk bertindak independen sebagaimana diatur dalam ketentuan GCG bagi Bank Umum.
·         . Self Assessment Bank BTN
Score Self assessment
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1.75
1.75
1,56
1,23
1,15

Komentar:
Dalam dunia perbankan GCG sangat diperlukan dalam hal ini yang menjadi contoh adalah Bank BTN dan Bank BRI.
sumber : 


PENERAPAN GCG DALAM BUMN


Pedoman GCG harus memuat:
Manual Direksi dan Dewan Komisaris, Manual Manajemen Risiko, Sistem Pengendalian Intern, Sistem Pengawasan Intern, Mekanisme Pelaporan atas Dugaan Penyimpangan, Tata Kelola Teknologi Informasi, Pedoman Perilaku Etika.

Menurut Pasal 44 (1) Permen BUMN 01/2011, BUMN wajib melakukan pengukuran atas kualitas penerapan GCG yang dilaksanakan berkala setiap 2 (dua) tahun dalam 2 bentuk yaitu 1) penilaian (assessment) atas  pelaksanaan GCG dan 2) evaluasi (review) atas tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan dari hasil penilaian sebelumnya. Pada prinsipnya yang melakukan evaluasi adalah BUMN itu sendiri (penilaian mandiri), sedangkan pelaksanaan penilaian dilakukan oleh penilai independen yang kompeten dan harus ditunjuk oleh Dewan Komisaris.
Dasar hukum penilaian mandiri atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) pada BUMN adalah:
1. Peraturan Menteri Negara BUMN No Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN Pasal 44 (1b), (5), (6), (7), dan (9)
2. Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN No SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/ Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada BUMN
Aktivitas dan tujuan penilaian/evaluasi  penerapan GCG:
Ø  Pengukuran kualitas penerapan GCG di BUMN dalam rangka pemberian skor atas penerapan GCG dan pemberian kategori kualitas penerapan GCG
Ø  Identifikasi kekuatan dan kelemahan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan penerapan GCG di BUMN dalam rangka mengurangi kesenjangan pada kriteria GCG
Ø  Pemantauan konsistensi penerapan GCG di BUMN dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan kebijakan tata kelola di lingkungan BUMN
Indikator/parameter penilaian dan evaluasi atas penerapan GCG pada BUMN dikelompokkan dalam 6 (enam) faktor yaitu:
1.                  Komitmen terhadap penerapan GCG yang berkelanjutan (7%)
2.                  Pemegang saham dan RUPS (9%)
3.                  Dewan Komisaris (35%)
4.                  Direksi (35%)
5.                  Pengungkapan dan keterbukaan informasi (9%)
6.                  Faktor lainnya (5%)
Berdasarkan penilaian atas penerapan GCG, berikut ini adalah kategori kualitas penerapan GCG di BUMN:
Ø  Sangat Baik         > 85
Ø  Baik                    75-85
Ø  Cukup Baik          60-75
Ø  Kurang Baik        50-60
Ø  Tidak Baik           >=50
Bagaimana penilaian atas penerapan GCG di BUMN dan kertas kerja asesmen akan saya sampaikan pada paparan berikutnya.
Komentar:
Penerapan tata kelola yang baik (GCG) pada BUMN harus berpedoman pada Permen BUMN No Per-01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus 2011 dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku, serta anggaran dasar BUMN.
Sumber:


PENERAPAN GCG DALAM INSTANSI PEMERINTAH

Nama  : fauzi pujarama

NPM   : 19210258

Kelas  : 4EA1

Menurut World Bank, pengertian Good Corporate Governance (GCG) adalah kumpulan kaidah hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. (Hassel Nogi S Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, Balaiurang & Co. Yogyakarta, 2003, hal.12). Lima tujuan utama prinsip Good Corporate Governance yaitu (Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, PT Ray Indonesia, Jakarta, 2005, hal 5) melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, melindungi hak dan kepentingan para the stakeholders non pemegang saham, meningkatkan effisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan serta meningkatkan hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Penerapan Good Corporate Governance bukan semata-mata mencakup relasi dalam pemerintahan, melainkan mencakup relasi sinergis dan sejajar antara pasar, pemerintah dan masyarakat sipil. Gagasan kesejajaran ini mengandung arti akan pentingnya redefinisi peran dan hubungan ketiga institusi ini dalam mengelola sumberdaya ekonomi, politik dan kebudayaan yang tersedia dalam masyarakat. Para penganjur pendekatan ini membayangkan munculnya hubungan yang sinergis antara ketiga institusi sehingga terwujud penyelenggaraan negara yang bersih, responsive, bertanggung jawab, semaraknya kehidupan masyarakat sipil serta kehidupan pasar/bisnis yang kompetitif dan bertanggung jawab.

Salah satu agenda yang harus dilaksanakan dalam pencapaian Good Corporate Governance adalah pemberantasan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai. 

Salah satu kegiatan pemerintah dalam pelaksanaan APBN yang diindikasikan adanya tindakan KKN adalah pada tahap pengadaan barang dan jasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa Pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia masih menduduki peran yang sangat penting untuk menggerakkan aktivitas ekonomi. Dikarenakan jumlah uang yang berputar cukup besar, keterlibatan dunia usaha dan birokrat publik juga sangat besar. Oleh karena itu, Pengadaan barang/jasa pemerintah dapat menjadi sarana yang cukup memadai untuk memperbaiki perilaku dunia usaha dan birokrat publik secara menyeluruh, terutama sebagai alat untuk memulai penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).



Selama ini Pengadaan barang/jasa pemerintah masih menghadapi kendala yang sangat serius. Tata cara Pengadaan barang/jasa pemerintah hanya dijalankan untuk memenuhi persyaratan formal tanpa memahami latar belakang, essensi, maksud dan tujuan dari suatu peraturan. Karena itu hasilnya dapat kita saksikan bersama. Hampir seluruh hasil dari proses Pengadaan barang/jasa pemerintah menghasilkan harga yang lebih tinggi dari harga pasar dan sering dengan kualitas yang kurang memadai serta dengan lingkup kerja yang kurang dari yang dipersyaratkan.

Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merebak dan merajalela di bidang Pengadaan barang/jasa pemerintah. Kerugian yang diakibatkan oleh praktek tersebut juga sangat memberatkan keuangan Negara karena yang menikmati kebocoran tersebut adalah individu atau orang tertentu diatas kerugian dan kesengsaraan masyarakat luas. Penyempurnaan aturan perundang-undangan, pelatihan pemahaman kepada seluruh pengelola Pengadaan barang/jasa pemerintah dan perbaikan proses Pengadaan barang/jasa pemerintah untuk menguerangi kebocoran anggaran yang menjadi aspek penting dalam reformasi keuangan Negara yang dilakukan beberapa tahun belakangan ini. Hakekatnya esensi, tujuan dan maksud Pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan pihak penyedia harus selalu berpedoman kepada filosofi dasar Pengadaan barang/jasa pemerintah, tunduk kepada etika dan norma Pengadaan barang/jasa pemerintah yang berlaku, mengikuti dan memahami prinsip-prinsip dasar Pengadaan barang/jasa pemerintah, serta menjalankan metoda dan proses Pengadaan barang/jasa pemerintah yang telah berlaku.

Sesuai dengan Prisnisp-prinsip dasar Pengadaan barang/jasa pemerintah yang tercantum dalam Keppres Nomor 80 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan Pengadaan barang/jasa pemerintah wajib menerapkan prinsip-prinsip :

1. Efisien, berarti Pengadaan barang/jasa pemerintah harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Efektif berarti Pengadaan barang/jasa pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

3. Terbuka dan bersaing berarti Pengadaan barang/jasa pemerintah harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/criteria tertentu berdasarkan kektentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.

4. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuaka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.



5. Adil/tidak diskriminatif berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan dan atau alas an apapun.

6. Akuntabel berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

Sedangkan etika dalam Pengadaan barang/jasa pemerintah terdapat dalam pasal 5 Keppres Nomor 80 tahun 2003 yaitu :

1. Melaksanakan tugas secara tertib disertai rasa tanggunjawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan barang/jasa.

2. Bekerja secara professional dan mandiri atas dasar kejujuran serta menjaga kerahasian dokumen Pengadaan barang/jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan barang/jasa.

3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat.

4. Menerima dan bertanggunjawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak.

5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan barang/jasa.
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam Pengadaan barang/jasa.

7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung tidak langsung merugikan keuangan Negara.

8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan Pengadaan barang/jasa.

Penerapan Good Corporate Governance agar dapat mengurangi penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa di instansi Pemerintah maka pemanfaatan teknologi informasi (e-government, e-procurement, information technology) adalah sesuatu yang mutlak, sehingga calo-calo/preman-preman proyek pemerintah bisa dihilangkan dan juga dapat menghemat biaya administrasi. Instansi Pemerintah sebagai pihak penyelenggara Pengadaan barang/jasa Pemerintah harus berkomitmen harus selalu mendukung pemerintahan yang bersih (clean government) melalui penandatanganan pakta integritas. Dalam Pasal 1 Keppres No.80/2003 mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah disebutkan bahwa yang dimaksud Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan KKN dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Pakta Integritas merupakan suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa barang publik melalui dokumen-dokumen yang terkait, yang ditandatangani kedua belah pihak, baik sektor publik maupun penawar dari pihak swasta. Pelaksanaan dari Pakta tersebut dipantau dan diawasi baik oleh organisasi masyarakat madani maupun oleh suatu badan independen dari pemerintah atau swasta yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut atau yang memang sudah ada dan tidak terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa itu. Komponen penting lainnya dalam pakta ini adalah mekanisme resolusi konflik melalui arbitrasi dan sejumlah sanksi yang sebelumnya telah diumumkan atas pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati yang berlaku bagi kedua belah pihak.

Hal yang paling penting dalam penegakan hukum dalam proses pengadaan barang dan jasa adala h adanya ketegasan, kejelasan dan keadilan. Selama ini kita lihat dilapangan, hanya pejabat pengadaan dan pejabat pengelolaan yang dihimbau untuk menegakkan peraturan pengadaan barang dan jasa. Namun disisi lain pihak pengusaha dan rekanan kurang ditegaskan dan penegakkan peraturan tersebut. Pada saat proses pelelangan sering ditemukan penawaran yang tidak wajar. Bila rekanan tersebut akhirnya ditetapkan jadi pemenang lelang, kegiatan tsb tdk dapat dikerjakan dengan baik sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dengan alas an dananya tidak mencukupi. Atau pekerjaan ditelantarkan dengan alas an yang tidak jelas.

Komentar:
Penerapan Good Corporate Governance Dalam Pengadaan Barang/Jasa di Instansi Pemerintah dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi (e-government, e-procurement, information technology) dan penanda tanganan Pakta Integritas antara pelaku Pengadaan Barang dan Jasa.

Sumber:

Selasa, 05 November 2013

Tugas softskill

Nama   : Fauzi pujarama
Npm     : 19210258
Kelas    : 4 EA 16


Contoh :
adalah tanggung jawab sosial seperti yang dilakukanoleh salah satu perusahaan rokok di Indonesia,PT. Djarum yaitu mendirikansebuah foundation yang menangani masalah pendidikan, olahraga, dsb, yaitu Djarum Foundation. Ini adalah contoh nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) terhadap masyarakat.Hal-hal ini dilakukan perusahaan sebenarnya juga untuk keuntungan jangka panjang dari perusahaan itu sendiri. Seperti perusahaan akan lebih dikenaloleh masyarakat sekitar karena mereka memperkerjakan masyarakat sekitar,dikenal karena perusahaan tersebut ramah lingkungan, dan juga dikenal karenamemberi sumbangsih kepada masyarakat.

Analisa kasus :
Dari contoh kasus diatas merupakan bentuk kepedulian dari Perusahaantersebut terhadap kepedulian sosial yaitu mendirikan yayasan pendidikan,olahragadan sebagainya dengan nama
 Djarum Foundation.
Hal ini akan bersifatmutualisme atau saling menguntungkan karena masyarakat sebagai pihak yangdiberikan fasilitas oleh perusahaan tentu dapat memanfaatkannya dengan baik sehingga dapat meningkatkan perekonomian baik dalam bidang olahraga ataupun pendidikan sedangkan dipihak perusahaan dengan berdirinya perusahaan tersebutmaka akan semakin mengenalkan nama perusahaan tersebut dan dinilai baik olehmasyarakat.



Tugas Softskill

Nama   : Fauzi pujarama
Npm     : 19210258
Kelas    : 4 EA 16

CSR Lingkungan : Kontribusi Swasta Menghijaukan Kota
Hunian kota yang tidak hanya tertata, aman, dan indah tetapi juga memiliki harmonisasi dengan lingkungan alam sekitarnya merupakan kawasan hunian idaman kita semua. Untuk mewujudkan impian tersebut, tidak hanya perlu kebijakan serta perencanaan dan penataan ruang dari pemerintah maupun peran aktif masyarakat saja. Partisipasi kalangan swasta, terutama perusahaan-perusahaan besar, juga penting di dalam mewujudkan kota hijau yang berkelanjutan.
Perputaran roda industri tidak hanya ditopang oleh keberadaan sumber daya manusia saja, melainkan juga sumber daya alam. Dari alamlah pabrik-pabrik memperoleh bahan baku untuk dapat membuat produk-produknya. Seiring dengan berkembangan teknologi, berbagai sumber daya alam, seperti pohon dan tumbuhan, batu bara, minyak bumi, gas, air, tanah, beserta binatang-binatang yang mendiaminya, dalam waktu singkat berubah menjadi tumpukan kertas, bahan bakar berbagai mesin, lahan perkebunan dan pertanian, maupun produk makanan serta minuman jadi yang diproduksi secara massal. Sayangnya, alam tidak lagi seimbang akibat terlalu banyak dieksploitasi dan dicemari. Tatkala berbagai bencana alam kian sering terjadi dan perubahan cuaca serta pemanasan global menjadi isu yang mulai ditakuti, baru manusia tersadar untuk memperhatikan lingkungan alam yang diterlantarkannya. Semua kalangan di belahan dunia mulai menyadari pentingnya melakukan tindakan untuk mencegah, menjaga, dan mengurangi kerusakan lingkungan, tak terkecuali para kalangan pengusaha.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu sarana bagi perusahaan-perusahaan, terutama yang usahanya terkait dengan sumber daya alam, untuk menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi dengan kontribusinya bagi ekonomi masyarakat, sosial, dan lingkungan demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, kewajiban bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan CSR tercantum di dalam UU 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Ayat 1 menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat 2 berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Beragam kegiatan CSR yang dilakukan demi melestarikan keberlanjutan lingkungan alam secara langsung maupun melalui kerja sama dengan pemangku kebijakan lainnya. Kegiatan CSR lingkungan biasanya berupa kampanye, pemberian bantuan pendidikan maupun pelatihan, penanaman pohon, pembuatan ruang terbuka hijau maupun taman, penghematan sumber daya alam yang digunakan di pabrik ataupun toko, pengajaran hingga pengaplikasian daur ulang serta penggunaan kembali produk-produknya. 
Kegiatan CSR berwawasan lingkungan yang dilakukan PT. Astra Honda Motor (AHM) misalnya, lebih merujuk pada program penghijauan yang juga terintegrasi ke dalam produk-produk yang diproduksinya. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 AHM telah melakukan penanaman pohon lebih dari 6.600 pohon melalui Program Hijau Jakartaku yang merupakan bagian dari Program Penanaman Sejuta Pohon. Selain itu, AHM juga membangun 2 taman kota, yaitu di Jl. Galunggung, Jakarta  Pusat, dan di Kompleks Perumahan Cirendeu Permai, Tangerang. AHM juga membangun Zona Teknologi Otomotif Roda Dua di Taman Pintar Yogyakarta, sebagai wahana edukasi tentang teknologi sepeda motor ramah lingkungan dan sosialisasi berkendara dengan aman. AHM juga mengklaim bahwa perusahaannya telah menerapkan green process, yaitu proses produksi pembuatan sepeda motor yang memakai prinsip reduce (pengurangan), reuse (pengunaan kembali), recycle (daur ulang), retrieve energy (pemulihan kembali energi), dan recover (pemulihan) sesuai dengan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 pada seluruh lini produksi. Kegiatan CSR berbasis lingkungan yang dilakukan oleh AHM juga telah diikuti oleh perusahaan-perusahaan serupa, terutama dalam hal pengembangan mesin motor yang ramah lingkungan, pendidikan berwawasan lingkungan hidup, dan pembangunan taman kota.
PT. Coca Cola Bottling Indonesia lebih mengarahkan kegiatan CSR lingkungannya pada konservasi sumber daya air. Selain terlibat dalam berbagai kampanye lingkungan, kegiatan Water for School, Program Cinta Air, dan penanaman pohon, produsen minuman ringan ini menerapkan konsep penghijauan melalui penggunaan biopori atau alat penyerapan air serta daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik di pabrik-pabriknya dan lingkungan sekitarnya. Di Bandung PT. Coca Cola Bottling Indonesia bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Bandung serta masyarakat sekitar membangun Green Organic Farm (Rumah hijau) yang merupakan sarana pembibitan tanaman untuk penghijauan dan pembelajaran bagi warga setempat. Sementara itu, PT. Coca Cola Amatil Indonesia (CCAI) di Bali telah mengganti kendaraan operasional karyawannya dengan E-Bike, yaitu sepeda motor bertenaga listrik. Sepeda motor ini mampu mereduksi kontribusi karbondioksida ke udara hingga 78% per unitnya, tidak menimbulkan polusi suara, serta memiliki kendali kecepatan sehingga aman dan efesien untuk dikendarai.
Sasaran CSR lingkungan PT. Danone Indonesia juga banyak ditujukan bagi konservasi sumber daya air dan hutan. Melalui websitenya, PT. Danone Indonesia menyebutkan tidak hanya terlibat dalam kegiatan konservasi Daerah Aliran Sungai yang terletak di 12 lokasi pabriknya di seluruh Indonesia, namun juga aktif melakukan reboisasi dan konservasi hutan melalui kegiatan penanaman ratusan ribu pohon di kawasan hutan lindung, lahan kritis, dan pegunungan di pulau Jawa. Salah satu bagian kegiatan CSR PT. Danone untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah Program Satu untuk Sepuluh yang hingga saat ini masih terus dilakukan. Program ini bertujuan untuk dapat menyediakan bak-bak penampung air bersih bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sering mengalami kekeringan. 
Kegiatan CSR Starbucks Coffee Indonesia (SCI) lebih banyak diterapkan secara langsung, baik melalui produk dan pelayanan yang dihasilkan, fasilitas toko, maupun kegiatan kampanye lingkungan bersama komunitasnya. Adapun strategi yang diambil SCI adalah renewable energy (energi terbarukan), energy conservation (konservasi energi), collaboration (kolaborasi), dan advocacy (advokasi). Dalam situsnya, SCI menyebutkan bahwa pihaknya berupaya untuk secara signifikan mengecilkan dampak lingkungan melalui menghemat energi dan air, mengurangi limbah yang berhubungan dengan pemakaian tisu, cangkir, maupun pembungkus produknya, meningkatkan kegiatan daur ulang, serta memakai konsep green building (bangunan hijau) pada gerai-gerai tokonya di seluruh dunia. Komitmen SCI untuk memperjuangkan kebijakan perubahan iklim dilakukan advokasi melalui kemitraan dengan perusahaan maupun organisasi lainnya. SCI juga bekerja sama dengan Conservation International melakukan uji coba program insentif konservasi hutan di Sumatera, Indonesia, dan Chiapas, Mexico, yang menghubungkan para petani kopi dengan perdagangan karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon.
Kegiatan-kegiatan CSR berperspektif lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan-perusahaan di atas merupakan sedikit dari aksi menjaga kelestarian alam yang harus terus dilakukan seluruh pemangku kebijakan, termasuk kalangan pengusaha. Bagaimanapun bumi yang kita tempati hanyalah satu. Jika bumi ini rusak, maka musnahlah kehidupan yang ada di dalamnya. Sebagaimana orang bijak berkata, “Ketika pohon terakhir telah ditebang, ketika ikan terakhir telah mati, ketika sungai terakhir telah tercemar, barulah manusia akan sadar bahwa manusia tidak bisa makan uang.” (Endah)